





“Ketika anak saya meninggal dunia, hati saya hancur, dan saya berusaha sekuat tenaga menyelamatkan nyawa Rebecca,” ujar Roida sambil menangis. Dan, ternyata setelah dirawat selama 19 hari kondisi Rebecca tak kunjung ada kemajuan. Maka Roida dan suaminya, Krispinaldi berupaya memindahkan perawatan anakknya, Rebecca ke rumah sakit lain. Namun, usahanya itu tidak berjalan mulus, karena pihak rumah sakit minta agar mereka harus membayar biaya perawatan terlebih dulu. Ketika mereka sedang mengusahakan biaya perawatan itu, nyawa Rebecca meregang dan meninggal dunia menyusul kakaknya Daniel. Krispinaldi dan Roida yang ekonomi pas-pasan itu pun kembali harus menelan pil yg sangat pahit.
Pengalaman pahit dengan rumah sakit juga dialami pasangan Erwin Lubis dan istrinya Endriyana. Ketika bayi yang merupakan putra ketiga mereka lahir ternyata tidak sempurna yaitu tidak mempunyai dinding perut. Akibatnya, bayi yang diberi nama Rizki itu perutnya makin membesar. Mereka pun dengan sekuat tenaga membawa anaknya untuk mendapatkan perawatan. Namun, sejumlah rumah sakit di daerah Tangerang menolak dengan berbagai alasan seperti, kamar penuh, alat medis yang terbatas dan rumah sakit yang sedang direnovasi. Di tengah keputus-asaan itulah ada seorang wartawan yang peduli dan memberitakannya. Erwin Lubis yang pedagang kelontong itu pun mendapat pertolongan dari dinas kesehatan setempat. Namun, lagi-lagi karena terlambat mendapat perawatan, nyawa Rizki tidak tertolong. “Ya, saya sangat sedih, mengapa saya sebagai ayah tidak berdaya menolong anak saya,” ungkap Erwin Lubis sambil menangis tersedu.
Pengalaman memilukan juga dialami Siti Jaenab warga Cikupa, Tangerang, Banten. Kisah bermula ketika ia merasa perutnya mulas dan sedang di kamar mandi. Tak disangka-sangka ketika ia sedang buang hajat, ternyata ia melahirkan tiga bayi prematur di kamar mandi. “Bahkan satu anak diantaranya kepalanya membentur lantai kamar madi,”ujar Jainab. Bersama kakak iparnya, Ismail ia membawa anaknya ke rumah sakit terdekat. Jainab yang hanya pegawai buruh pabrik itu mengalami kesulitan ketika membawa anaknya ke rumah sakit. Sebagaian besar rumah sakit mensyaratkan pasien harus menyetor uang muka terlebih dahulu sebagai jaminan. Setelah melalui perjalanan berliku akhirnya ia berhasil menemukan rumah sakit yang tidak mensyaratkan membayar uang muka terlebih dahulu.Namun di rumah sakit ini peralatannya tidak lengkap, karena hanya mempunyai dua inkubator, atau pemanas bayi. Dengan terpaksa ia membawa satu anaknya yang tidak kebagian inkubator di rumah sakit pulang ke rumah. Ia pun membuat inkubator buatan dengan memasang bohlam lampu listrik. “Saya terinspirasi membuat inkubator buatan itu ketika melihat peternakan ayam.”kata Jainab memberi alasan. Namun, karena semua serba terbatas, bayi yang ia bawa pulang itu akhirnya meninggal dunia.
Maraknya kasus seperti ini membuat kita semakin prihatin. Sudah sangat diharapkan agar pemerintah segera turun tangan membantu mereka. Banyak di antara mereka ternyata tidak tahu program pemerintah Jamkesmas, atau Jaminan Kesehatan Masyarakat. Kebanyakan pemerintah baru turun tangan dan ramai-ramai mengulurkan tangan setelah kasus itu diangkat di media. Sungguh sangat disayangkan ! (end)
Hujan Darah yang terjadi Di daerah India tersebut, tepatnya di Negara Bagian Kerala sudah terjadi sejak sekitar 25 Juli 2001 hingga september 2001. Hmm, lumayan lama juga yah hujan darah tersebut melanda daerah kerala di india. . Lebih dari 500.000 meter kubik air hujan yang aneh yaitu air hujan yang berwarna merah menetes ke bumi. Awalnya ilmuwan mengira air hujan yang berwarna merah tersebut disebabkan oleh pasir gurun, namun para Ilmuwan menemukan sesuatu yang mengejutkan, unsur merah di dalam air tersebut adalah sel hidup, sel yang bukan berasal dari bumi ! (Jadi kira-kira itu apaan ya?)
Hujan darah yang pertama jatuh di distrik Kottayam dan Idukki di wilayah selatan India. Bukan hanya hujan berwarna merah, 10 hari pertama dilaporkan turunnya hujan berwarna kuning, hijau dan bahkan hitam. Setelah 10 hari, intensitas curah hujan mereda hingga September. Hujan tersebut turun hanya pada wilayah yang terbatas dan biasanya hanya berlangsung sekitar 20 menit per hujan. Para penduduk lokal menemukan baju-baju yang dijemur berubah warna menjadi merah seperti darah. Penduduk lokal juga melaporkan adanya bunyi ledakan dan cahaya terang yang mendahului turunnya hujan yang dipercaya sebagai ledakan meteor.
Contoh air hujan darah tersebut segera dibawa untuk diteliti oleh pemerintah India dan ilmuwan. Salah satu ilmuwan independen yang menelitinya adalah Godfrey Louis dan Santosh Kumara dari Universitas Mahatma Gandhi. Mereka mengumpulkan lebih dari 120 laporan dari penduduk setempat dan mengumpulkan sampel air hujan merah dari wilayah sepanjang 100 km. Pertama kali mereka mengira bahwa partikel merah di dalam air adalah partikel pasir yang terbawa dari gurun Arab. Hal ini pernah terjadi pada Juli 1968 dimana pasir dari gurun sahara terbawa angin hingga menyebabkan hujan merah di Inggris. Namun mereka menemukan bahwa unsur merah di dalam air tersebut bukanlah butiran pasir, melainkan sel-sel yang hidup.
Komposisi sel tersebut terdiri dari 50% Karbon, 45% Oksigen dan 5% unsur lain seperti besi dan sodium, konsisten dengan komponen sel biologi lainnya, dan sel itu juga membelah diri. Sel itu memiliki diameter antara 3-10 mikrometer dengan dinding sel yang tebal dan memiliki variasi nanostruktur didalam membrannya. Namun tidak ada nukleus yang dapat diidentifikasi. Setiap meter kubik sampel yang diambil, terdapat 100 gram unsur merah. Jadi apabila dijumlah, maka dari Juli hingga September terdapat 50 ton partikel merah yang tercurah ke Bumi.
Di Universitas Sheffield, Inggris, seorang ahli mikrobiologis bernama Milton Wainwright mengkonfirmasi bahwa bahwa unsur merah tersebut adalah sel hidup. Hal ini dinyatakan karena Wainwright berhasil menemukan adanya DNA dari unsur sel tersebut walaupun ia belum berhasil mengekstraknya.
Karena partikel merah tersebut adalah sel hidup, maka para ilmuwan mengajukan teori bahwa partikel merah itu adalah darah. Menurut mereka, kemungkinan batu meteor yang meledak di udara telah membantai sekelompok kelelawar di udara. Namun teori ini ditolak karena tidak adanya bukti-bukti yang mendukung seperti sayap kelelawar yang jatuh ke bumi.
Dengan menghubungkan antara suara ledakan dan cahaya yang mendahului hujan darah tersebut, Louis mengemukakan teori bahwa sel-sel merah tersebut adalah makhluk ekstra terestrial. Louis menyimpulkan bahwa materi merah tersebut datang dari sebuah komet yang memasuki atmosfer bumi dan meledak di atas langit India.
Sebuah studi yang dilakukan oleh mahasiswa doktoral dari Universitas Queen, Irlandia yang bernama Patrick McCafferty menemukan catatan sejarah yang menghubungkan hujan berwarna dengan ledakan meteor. McCafferty menganalisa 80 laporan mengenai hujan berwarna, 20 laporan air berubah menjadi darah dan 68 contoh fenomena mirip seperti hujan hitam, hujan susu atau madu yang turun dari langit. 36 persen dari contoh tersebut ternyata terhubung dengan aktivitas meteor atau komet. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi mulai dari Romawi kuno, Irlandia dan Inggris abad pertengahan dan bahkan Kalifornia abad ke-19. McCafferty mengatakan, “kelihatannya ada hubungan yang kuat antara laporan hujan berwarna dengan aktivitas meteor, Hujan merah Kerala cocok dengan pola-pola tersebut dan tidak dapat diabaikan begitu saja.”
Jadi, apakah hujan merah di Kerala berasal dari luar bumi ? Sebagian ilmuwan yang skeptis serta merta menolak teori ini. Namun sebagian ilmuwan lain yang belum menemukan jawabannya segera melirik kembali ke sebuah teori usang yang diajukan oleh ahli fisika Sir Fred Hoyle dan Dr Chandra Wickramasinghe, teori yang disebut Panspermia, yaitu sebuah teori yang menyatakan bahwa kehidupan di bumi ini berasal dari luar angkasa.
Menurut kedua ilmuwan tersebut pada mulanya di luar angkasa terdapat awan gas antar bintang yang mengandung bakteri. Ketika awan itu mengerut karena gravitasi untuk membentuk sistem bintang, bakteri yang ada di dalamnya tetap bertahan hidup di dalam komet. Ketika komet itu terkena sinar matahari, panas matahari mencairkan permukaan es pada komet, bakteri-bakteri tersebut lolos dan tersapu ke planet-planet terdekat. Teori ini juga didasarkan pada argumen Charles darwin bahwa sesungguhnya bakteri memiliki karakteristis “luar bumi”.
Foto2 mengenai hujan darah di India
Video hujan darah di India
“Ketika anak saya meninggal dunia, hati saya hancur, dan saya berusaha sekuat tenaga menyelamatkan nyawa Rebecca,” ujar Roida sambil menangis. Dan, ternyata setelah dirawat selama 19 hari kondisi Rebecca tak kunjung ada kemajuan. Maka Roida dan suaminya, Krispinaldi berupaya memindahkan perawatan anakknya, Rebecca ke rumah sakit lain. Namun, usahanya itu tidak berjalan mulus, karena pihak rumah sakit minta agar mereka harus membayar biaya perawatan terlebih dulu. Ketika mereka sedang mengusahakan biaya perawatan itu, nyawa Rebecca meregang dan meninggal dunia menyusul kakaknya Daniel. Krispinaldi dan Roida yang ekonomi pas-pasan itu pun kembali harus menelan pil yg sangat pahit.
Pengalaman pahit dengan rumah sakit juga dialami pasangan Erwin Lubis dan istrinya Endriyana. Ketika bayi yang merupakan putra ketiga mereka lahir ternyata tidak sempurna yaitu tidak mempunyai dinding perut. Akibatnya, bayi yang diberi nama Rizki itu perutnya makin membesar. Mereka pun dengan sekuat tenaga membawa anaknya untuk mendapatkan perawatan. Namun, sejumlah rumah sakit di daerah Tangerang menolak dengan berbagai alasan seperti, kamar penuh, alat medis yang terbatas dan rumah sakit yang sedang direnovasi. Di tengah keputus-asaan itulah ada seorang wartawan yang peduli dan memberitakannya. Erwin Lubis yang pedagang kelontong itu pun mendapat pertolongan dari dinas kesehatan setempat. Namun, lagi-lagi karena terlambat mendapat perawatan, nyawa Rizki tidak tertolong. “Ya, saya sangat sedih, mengapa saya sebagai ayah tidak berdaya menolong anak saya,” ungkap Erwin Lubis sambil menangis tersedu.
Pengalaman memilukan juga dialami Siti Jaenab warga Cikupa, Tangerang, Banten. Kisah bermula ketika ia merasa perutnya mulas dan sedang di kamar mandi. Tak disangka-sangka ketika ia sedang buang hajat, ternyata ia melahirkan tiga bayi prematur di kamar mandi. “Bahkan satu anak diantaranya kepalanya membentur lantai kamar madi,”ujar Jainab. Bersama kakak iparnya, Ismail ia membawa anaknya ke rumah sakit terdekat. Jainab yang hanya pegawai buruh pabrik itu mengalami kesulitan ketika membawa anaknya ke rumah sakit. Sebagaian besar rumah sakit mensyaratkan pasien harus menyetor uang muka terlebih dahulu sebagai jaminan. Setelah melalui perjalanan berliku akhirnya ia berhasil menemukan rumah sakit yang tidak mensyaratkan membayar uang muka terlebih dahulu.Namun di rumah sakit ini peralatannya tidak lengkap, karena hanya mempunyai dua inkubator, atau pemanas bayi. Dengan terpaksa ia membawa satu anaknya yang tidak kebagian inkubator di rumah sakit pulang ke rumah. Ia pun membuat inkubator buatan dengan memasang bohlam lampu listrik. “Saya terinspirasi membuat inkubator buatan itu ketika melihat peternakan ayam.”kata Jainab memberi alasan. Namun, karena semua serba terbatas, bayi yang ia bawa pulang itu akhirnya meninggal dunia.
Maraknya kasus seperti ini membuat kita semakin prihatin. Sudah sangat diharapkan agar pemerintah segera turun tangan membantu mereka. Banyak di antara mereka ternyata tidak tahu program pemerintah Jamkesmas, atau Jaminan Kesehatan Masyarakat. Kebanyakan pemerintah baru turun tangan dan ramai-ramai mengulurkan tangan setelah kasus itu diangkat di media. Sungguh sangat disayangkan ! (end)
Hujan Darah yang terjadi Di daerah India tersebut, tepatnya di Negara Bagian Kerala sudah terjadi sejak sekitar 25 Juli 2001 hingga september 2001. Hmm, lumayan lama juga yah hujan darah tersebut melanda daerah kerala di india. . Lebih dari 500.000 meter kubik air hujan yang aneh yaitu air hujan yang berwarna merah menetes ke bumi. Awalnya ilmuwan mengira air hujan yang berwarna merah tersebut disebabkan oleh pasir gurun, namun para Ilmuwan menemukan sesuatu yang mengejutkan, unsur merah di dalam air tersebut adalah sel hidup, sel yang bukan berasal dari bumi ! (Jadi kira-kira itu apaan ya?)
Hujan darah yang pertama jatuh di distrik Kottayam dan Idukki di wilayah selatan India. Bukan hanya hujan berwarna merah, 10 hari pertama dilaporkan turunnya hujan berwarna kuning, hijau dan bahkan hitam. Setelah 10 hari, intensitas curah hujan mereda hingga September. Hujan tersebut turun hanya pada wilayah yang terbatas dan biasanya hanya berlangsung sekitar 20 menit per hujan. Para penduduk lokal menemukan baju-baju yang dijemur berubah warna menjadi merah seperti darah. Penduduk lokal juga melaporkan adanya bunyi ledakan dan cahaya terang yang mendahului turunnya hujan yang dipercaya sebagai ledakan meteor.
Contoh air hujan darah tersebut segera dibawa untuk diteliti oleh pemerintah India dan ilmuwan. Salah satu ilmuwan independen yang menelitinya adalah Godfrey Louis dan Santosh Kumara dari Universitas Mahatma Gandhi. Mereka mengumpulkan lebih dari 120 laporan dari penduduk setempat dan mengumpulkan sampel air hujan merah dari wilayah sepanjang 100 km. Pertama kali mereka mengira bahwa partikel merah di dalam air adalah partikel pasir yang terbawa dari gurun Arab. Hal ini pernah terjadi pada Juli 1968 dimana pasir dari gurun sahara terbawa angin hingga menyebabkan hujan merah di Inggris. Namun mereka menemukan bahwa unsur merah di dalam air tersebut bukanlah butiran pasir, melainkan sel-sel yang hidup.
Komposisi sel tersebut terdiri dari 50% Karbon, 45% Oksigen dan 5% unsur lain seperti besi dan sodium, konsisten dengan komponen sel biologi lainnya, dan sel itu juga membelah diri. Sel itu memiliki diameter antara 3-10 mikrometer dengan dinding sel yang tebal dan memiliki variasi nanostruktur didalam membrannya. Namun tidak ada nukleus yang dapat diidentifikasi. Setiap meter kubik sampel yang diambil, terdapat 100 gram unsur merah. Jadi apabila dijumlah, maka dari Juli hingga September terdapat 50 ton partikel merah yang tercurah ke Bumi.
Di Universitas Sheffield, Inggris, seorang ahli mikrobiologis bernama Milton Wainwright mengkonfirmasi bahwa bahwa unsur merah tersebut adalah sel hidup. Hal ini dinyatakan karena Wainwright berhasil menemukan adanya DNA dari unsur sel tersebut walaupun ia belum berhasil mengekstraknya.
Karena partikel merah tersebut adalah sel hidup, maka para ilmuwan mengajukan teori bahwa partikel merah itu adalah darah. Menurut mereka, kemungkinan batu meteor yang meledak di udara telah membantai sekelompok kelelawar di udara. Namun teori ini ditolak karena tidak adanya bukti-bukti yang mendukung seperti sayap kelelawar yang jatuh ke bumi.
Dengan menghubungkan antara suara ledakan dan cahaya yang mendahului hujan darah tersebut, Louis mengemukakan teori bahwa sel-sel merah tersebut adalah makhluk ekstra terestrial. Louis menyimpulkan bahwa materi merah tersebut datang dari sebuah komet yang memasuki atmosfer bumi dan meledak di atas langit India.
Sebuah studi yang dilakukan oleh mahasiswa doktoral dari Universitas Queen, Irlandia yang bernama Patrick McCafferty menemukan catatan sejarah yang menghubungkan hujan berwarna dengan ledakan meteor. McCafferty menganalisa 80 laporan mengenai hujan berwarna, 20 laporan air berubah menjadi darah dan 68 contoh fenomena mirip seperti hujan hitam, hujan susu atau madu yang turun dari langit. 36 persen dari contoh tersebut ternyata terhubung dengan aktivitas meteor atau komet. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi mulai dari Romawi kuno, Irlandia dan Inggris abad pertengahan dan bahkan Kalifornia abad ke-19. McCafferty mengatakan, “kelihatannya ada hubungan yang kuat antara laporan hujan berwarna dengan aktivitas meteor, Hujan merah Kerala cocok dengan pola-pola tersebut dan tidak dapat diabaikan begitu saja.”
Jadi, apakah hujan merah di Kerala berasal dari luar bumi ? Sebagian ilmuwan yang skeptis serta merta menolak teori ini. Namun sebagian ilmuwan lain yang belum menemukan jawabannya segera melirik kembali ke sebuah teori usang yang diajukan oleh ahli fisika Sir Fred Hoyle dan Dr Chandra Wickramasinghe, teori yang disebut Panspermia, yaitu sebuah teori yang menyatakan bahwa kehidupan di bumi ini berasal dari luar angkasa.
Menurut kedua ilmuwan tersebut pada mulanya di luar angkasa terdapat awan gas antar bintang yang mengandung bakteri. Ketika awan itu mengerut karena gravitasi untuk membentuk sistem bintang, bakteri yang ada di dalamnya tetap bertahan hidup di dalam komet. Ketika komet itu terkena sinar matahari, panas matahari mencairkan permukaan es pada komet, bakteri-bakteri tersebut lolos dan tersapu ke planet-planet terdekat. Teori ini juga didasarkan pada argumen Charles darwin bahwa sesungguhnya bakteri memiliki karakteristis “luar bumi”.
Foto2 mengenai hujan darah di India
Video hujan darah di India
Blog Design by Gisele Jaquenod and Birdie